Kamis, 18 Desember 2008

Rubuhnya Tembok Etika Barat






Salam persaudaraan,
Berhentilah memuja-muja etika dan profesionalisme bangsa Barat atau paling tidak Amerika Serikat.
Saya dan Anda tentu masih merekam dengan baik, bagaimana para orang pintar dan cerdik selalu bilang 'orang barat' itu jujur dan profesional. Kesannya orang Melayu itu sudah biasa curang dan menipu sehingga harus berguru dengan kejujuran 'orang barat'.
Tapi, itu dulu. Kini itu semua sudah sirna dan terkikis habis. Semua itu dimulai dari terkuaknya kasus subprime mortgage macet akut di Amerika Serikat pada 2007 dan puncaknya awal tahun ini yang menggulung perusahaan keuangan raksasa Lehman Brothers. Tidak terkecuali, Citigroup juga tertikam Lehman. Kemudian menjalar ke hampir semua institusi keuangan di Eropa dan sebagian Asia.
Sederhananya kasus itu bermula dari kerakusan para broker di Paman Sam dalam mengejar fee. Siapa saja mereka rekomendir untuk bisa dapat kredit rumah di level pasar non bankable tanpa mengindahkan prosedur. Semua itu karena didasari ketamakan pada komisi. Akibatnya, terjadi kredit macet massal karena semua debitor yang sudah direkomandir gagal bayar. Selanjutnya portofolio surat berharga yang diterbitkan dari proses pinjam- meminjam itu jatuh tak berharga lagi. Akhirnya menjadi kredit macet raksasa yang mencapai ratusan miliar US$.
Dan kini, yang terbaru adalah terbongkarnya borok Bernard Madoff, konglomerat bekas Ketua Bursa Saham Nasdaq. Dia menilep uang dari banyak institusi, yayasan dan per orangan yang mempercayakan dananya untuk dikelola melalui perusahaan investasi yang dimiliki Madoff. Nilainya tidak sedikit, tapi mencapai hingga US$50 miliar atau sama dengan cadangan devisa Indonesia yang nilainya 50,180 miliar dollar AS.
Modus operandinya ambil duit orang dengan iming-iming investasi dengan yield, lalu dibayar dengan dana lain yang didapat dari cara yang sama. Atau lebih tepat model arisan tapi disertai komitmen yield kepada pemilik dana. Pada akhirnya aksi tipu menipu itu terbongkar jua karena dana kelolaan menjadi seret dan tidak mampu lagi membayar kewajibannya. Begitulah yang terjadi. Ini persoalan watak dan kerakusan yang dipoles dengan topeng dan trik canggih di lantai bursa.
Untuk itu, wahai para penghamba bangsa Barat, berhentilah melihat kebaikan syurga di sana. Anda sesungguhnya sedang melihat fatamorgana.
Kejahatan dan penipuan bisa ada di mana-mana.
Jangan ketipu warna kulit dan postur. Telah terlalu lama kita memandang dengan rendah diri dan remeh terhadap watak bangsa kita.

Karet Tengsin, Tanah Abang
Irsad Sati

Kamis, 13 November 2008

Tolak Full Blanket Guarantee Bagi Bank




Salam persaudaraan,

Apakah Anda salah seorang korban dampak kenaikan tingkat suku bunga kredit bank? Pengusaha lagi cemberut dengan bunga kredit usahanya yang naik. Begitupun, pembeli rumah via fasilitas kredit pemilikan rumah meringis bunga naik 2% hingga 5% dalam satu bulan belakangan ini. Yang mencicil KPR Rp1 juta per bulan naik jadi Rp1,2 juta hingga Rp1,25 juta. Apalagi yang biasa mencicil Rp2 juta ke atas menghadapi pembengkakkan cicilan lebih tinggi lagi mulai dari Rp550 ribu.
Pasar menjerit minta turun bunga, bankir merespon. Mereka mau turunkan bunga dengan syarat pemerintah total memberikan fasilitas penjaminan dana nasabah bank alias full blanket guarantee dari yang berlaku sekarang maksimal Rp2 miliar.
Niat bankir menurunkan bunga kredit layak diapresiasi, tapi mari katakan tidak untuk syarat penjaminan penuh dana nasabah mereka.
Kalau pascakrisis 1997, industri perbankan mendapatkan suntikan dana ratusan triliun rupiah, nampaknya kini mau diulang dengan modus yang lain.
Sekali lagi jangan mau. Pemberian jaminan penuh itu sama saja dengan menyusui investor asing. Lupakah kita bahwa kepemilikan sejumlah bank di Indonesia kini dikuasai asing. Itu artinya sama saja dengan menyusui investor asing dengan darah rakyat.
Sekali lagi jangan mau. Carilah cara lain, yang jelas bunga kredit harus turun. Wong di Eropa dan Amerika, Bank Sentralnya pada berebut menurunkan bunga patokan, kok malah Indonesia lain sendiri.
Perbankan membutuhkan orang kreatif untu meletakan kepentingan jangka panjang, rakyat banyak, dan negara di atas segala bentuk kepentingan sempit. Apalagi kepentingan investor asing.


Salam





Rabu, 12 November 2008

Secercah Asa Bagi Petani di Sukabumi

Salam persaudaraan dari saya
Hari ini, saya berkesempatan menghadiri acara panen padi hibrida di Desa Situ Mekar, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Rasa lelah harus bangun pagi pukul 3.30 WIB untuk bisa sampai ke lokasi sirna seketika mendengar padi bisa dipanen 14,6 ton per hektare.
Istimewanya panen padi hibrida dengan varietas yang diberi nama Bernas Prima dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Lebih istimewa lagi, padi itu hasil pengembangan Artha Graha Group, konglomerasi yang dikendalikan pengusaha 'terkenal' Tommy Winata, dengan GuoHau Seed Industries, China, yang diujicoba di atas lahan seluas 5 hektare di desa itu.
Hebatnya dari klaim mampu panen 16,4 ton itu ditargetkan bisa meningkat hingga 20 ton per hektare. Suatu pencapaian yang sangat menahjubkan untuk ukuran tanam padi di Indonesia yang sampai saat ini menurut klaim Presiden baru bisa panen 5 ton per ha.
Dalam kegiatan itu Presiden juga menyerahkan bantuan benih padi hibrida sebanyak 50 ton, pupuk Ponska 10 ton, dan pupuk petroganik 10 ton kepada perwakilan kelompok tani.
Saya melihat panen padi hibrida varietas Bernas Prima itu tidak lepas dari pesan komersial dari produsen benih sehingga bisa juga dilihat dari aspek kompetisi antar merek untuk menaklukan pasar.
Tapi okelah itu hal yang tidak terelakkan dalam dunia bisnis. Hanya saja, proses itu jangan sampai petani hanya menjadi objek kelinci percobaan untuk kesuksesan bisnis benih dan pupuk milik konglomerat.
Saya dan tentu kita semua berharap panen padi sebagai unjuk kehebatan itu bermuara pada peningkatan pendapatan petani dan mengenjot pendapatan perusahaan produsen benih dari sisi komersial. Istilahnya bukan eksploitasi kaum petani oleh pemilik modal dan pemegang kuasa industri benih dan pupuk. Tapi petani untung dan perusahaan untung.
Terakhir, selamat kepada Artha Graha dan mitranya semoga memberikan sumbangan besar bagi perbaikan kehidupan petani Indonesia yang sampai saat ini masih begitu-begitu saja.

Salam

Irsad Sati

Senin, 10 November 2008

Salam perdamaian dan persaudaraan

Hi kawan- kawan
Bertambah lagi satu kawan Anda. Lama berniat, baru kini, Saya nongol di hadapan Anda. Saya mencari teman dan persaudaraan demi masa depan yang lebih harmonis dan damai di bumi yang sangat kaya ini.